Sabtu, Februari 02, 2008

Cita-Cita dan Harapan


Dalam hidup seseorang memiliki sebuah cita-cita dan harapan yang bisa bertahan hidup di dunia ini. Karena kalau tidak punya cita-cita, hidup seperti hampa, motivasi berkurang dan berjalan pun terasa tidak semangat. Lihat pada orang lain dan terutama dalam diri, apa sih yang membuat kita menjadi semangat? Karena kita memiliki sebuah keinginan/ harapan/cita-cita. Coba lihat saat kalian berada dalam bangku sekolah, kita semangat belajar karena pengen punya harapan bisa merahi nilai besar dalam peringkat reking pertama dan juga bisa memasukin university terfavorit yang diidam-idamkan. Segala cara untuk menempuh harapan itu perluh sebuah perjuangan yang sangat berliku-liku. Apalagi orang tua kita, pasti punya harapan kenapa orang tua kita selalu berusaha kerja keras untuk membiayai pendidikan kita, karena ia mengharapkan agar kita menjadi anak yang pitar dan berguna,ya tidak? Setidaknya itu sebuah harapan yang bisa memotivasi diri manusia untuk menempuh harapan itu.

Setiap manusia memiliki harapan yang berbeda-beda sehingga benar-benar mewarnai hidup ini. Saya, Anda, pasti memiliki, tapi aku tidak mengetahuinya. Dulu aku punya harapan, sejak sekolah dasar (SD) aku punya cita-cita pengen jadi POLWAN, tapi lambat laun berubah gara-gara nonton film India sih. Kenapa? Karena polisi suka telat sih datengnya, perampoknya udah di kalahkan dulu baru polisi baru menangkap perampok dalam keadaan sudah kalah. Alasan aku jadi polisi supaya penjahat-jahat bisa tertangkap dan masyarakat hidup tenang.

Beranjak Sekolah Menengah Pertama (SMP) malah berubah lagi, aku pengen bercita-cita menjadi olahragawan, terutama menjadi pemain bulutangkis, karena olahraga ini paling aku sukai, sampai-sampai teringat dulu kalau mintak beli raket sampai menagi-nagi kaka pertama untuk beliin raket bulutangkis. Kalau belum, selalu akan menagi dan menagih terus. Karena sangking senengnya baget bisa maen bulutangkis dan pengen jadi bulutangkismen, maksudnya pemain bulutangkis yang top. Dan juga setiap pertandingan bulutangkis di TV, aku tidak kelewatan menontonya. Dulu paling disenengin pemain wanita bulutangkis adalah Susi Susanti. Teringat masa Sekolah Menengah Atas (SMA), ada salah satu guru laki-laki melihat aku bermain bulu tangkis dengan teman ku, kelihatanya seru melihat aku maen bulutangkis, maka si guru itu memintak bertanding dengan aku. Ya sudah, aku menerima tawarnya. Menjadi jurinya adalah guru olahraga ku. Kebetulan memang disaat waktu jam olahraga. Wah lumayan seru maen bulutangkis, banyak yang nonton jadinya, sampai yang masuk dikelas, lihatnya yag dekat jendela. Wes,,,si guru itu aku kalahkan.

Karena jam olahraga selesai dan akan berganti dengan jam mata pelajara Matematika, aku memintak untuk berhenti, walaupun guru matematikaka ku membolehkan aja melanjutkan babak keduanya, tapi aku tidak mau. Karena aku tidak mau ketinggalan juga dengan mata pelajaran matematika yang bikin aku harus berpikir dan mengasa otak, tapi aku senang seperti itu. Bergulingnya waktu aku merenung lagi, kalau aku jadi bulutangkis, ada tidak ya, yang pakai jilbab? Itu dibenak ku, karena selama ini pemain bulutangkis berpakainya seperti anda lihat di TV dan aku sebenarnya sangat risih berpakain itu, jauh dari apa yang aku pakai, malu kalau kelihatan aurat. Berubahlah cita-cita aku diwaktu SMP hanya terpendam dan menjadikan sebagai hoby saja sekarang ini.

Memasukin Sekolah Menengah Atas (SMA) dan beranjak untuk melanjutkan kuliah. Cita-citaku pengen menjadi seorang Bidan, alasnya biar bisa buka praktek sendiri dan bisa membagi waktu bersama keluarga dan anak-anak ke depannya. Wah terlalu dewasa banget pikirannya. Tapi lambat laun, gara-gara ujian tes masuk bidan gagal, kebetulan di kuliah itu yang satu-satu negeri dan bisa terkontrol karena di daerah itu ada kaka tinggal sekitar kota itu. Kesalahan aku waktu ujian, aku tidak membawa papan tulis. Sangking semangatnya sampai lupa bawah papan tulisnya dan aku beranggapan, lagian disana tempat mejanya bersih. Wah disaat masuk, ditanya dulu sama satpam, ngabil jurusan apa? Aku jawab, “Bidan pak.” Bidan, jawab pak satpam. Iya pak sahut ku. Kalau bidan ujiannya di SD kristen, weleh jawabku di hatiku, o ya terimakasih pak, aku bilang ke satpam. Aku jalani ujian itu dengan semangat dan mengerjakannya pun dengan semangat, saat selesai menyelesaikan ujian aku putar balik kertas ujiannya. Wah, aku lihat kertas ujiannya kotor, guman dalam hatiku, karena mejanya kotor, berdebu. Maklum masa-masa liburan sekolah, jadi tidak bersih. wah pasti ini tidak lulus, pasrahlah aku. Waktu juga telah selesai untuk menyelesaikan ujian. Aku pulang dengan rasa terbayang-bayangin dengan kertas ujian yang kena kotor, berdebu itu.

Sebenarnya aku mengharapkan ditahun itu aku pengen kuliah, tidak mau kuliah ditahun selanjutnya. Alasanya kalau kuliah ditahun selanjutnya, pasti biaya kuliah mahal. Dalam beberapa hari ada seorang bapak menawari aku kuliah di jurusan Informasi dan Perpustakaan (Inpus), katanya bagus kedepanya dalam bekerja. Wah, aku pikir-pikir dulu, waktu itu didalam pikiranku. aku pun menanyai biaya kuliahnya kira-kira mahal tidak, saat dilihat biaya cukuplah. Tapi masih ada yang hal-hal yang lain yang harus aku pikirkan. Keluar daerah jawa ke tempat kota merupakan hal suasana yang baru. Palagi tempat tinggal jauh dari orang tua, keluar biaya lagi buat kos. Tapi tekat untuk kuliah tahun itu tinggi banget, sebelumnya sempet mama dan kaka tidak mengizinkan aku keluar jauh-jauh, apalagi aku adalah perempuan yang merantau paling jau dari sekian keluarga. Dulu sempet mengambil PMDK di jember, tapi dimarahin ama kaka, karena kejauhan banget, kalau ada apa-apa giman? Kata kaka. Kalau ditempat kuliah ku ini bisalah, tidak jauh dari tempat kaka, bisa ditempuh kurang lebih 3 jam ketempat kaka bila ada perluh dan bantuan. Karena melihat aku pengen kuliah dan salah satunya aku memiliki uang tabungan sejak SMA, untuk biaya masuk kuliah mencukupi, melihat seperti itu keluarga ku dengan rasa berat membolehkannya dan membantu. Perjuangan paling banyak adalah mama, dia sosok mama yang pekerja keras, gigih, tegar, mengalah kepada anak-anaknya, membebaskan anaknya sesuai dengan keinginan anaknya, asal tidak nakal aja dan jangan kurang ajar. Sesungguhnya aku salut sama mama ku. Dia adalah wanita tangguh. Selain menjadi mama juga menjadi seorang ayah, karena ayah telah tiada sejak aku berumur 6 tahun, saat aku masih SD. Apalagi dalam hal bekerja, dia tidak pernah mengeluh. Kalau berangkat kerja pagi-pagi atau sesudah subuh sudah berangkat di sawah, karena orangtua aku seorang petani. Tapi aku bangga dengan petani. Setidaknya aku merasakan petani adalah seorang pekerja keras, gigi, ulet.

Sejenak mengingat masa lalu, saat musim panen padi. Aku, mama, adik pergi kesawah untuk marid (motong) padi, kalau kaka sudah pada merantau. Jadi dirumah hanya aku, mama, adik dan mbak yu. Sejak itu aku masih SD. Kalau kesawah itu panas, palagi aku paling males kesawah kalau ada binatang yang paling aku takutin sampai sekarang, yaitu ular. Ular merupakan binatang yang berbisa yang menurut ku paling berbahaya daripada kecowak, cacing, cicak dan lain-lainnya, melihatnya aja sudah lari terbirit-birit. Setidaknya yang menyenangkan pergi kesawah, bisa bermain dengan air, mencari telur burung di padi, ikan, belut, berenang, tapi sayangnya aku tetap tidak bisa berenang sampai sekarang. Selesai marid padi, batang padi di tumbuk untuk diambil padinya. Padi yang ditumbuk, dimasukan kedalam karung padi. Kalau ditimbang bisa satu ton beratnya. Biasanya kadang kala aku membawa karung padi untuk dibawa pulang dengan kendaraan sepeda, sambil di tuntun. Baik dalam keadan cuaca panas maupun hujan. Jarak antar tempat sawah dan rumah sekitar satu kilometer kurang lebih. Kalau mengingat kenangan ini, kadang baru tepikir dibenak aku, kok bisa ya aku membawa beban seperti itu, lagian aku dulu masih kecil lagi. Aneh juga ya, tapi memang kenyataannya seperti itu, itu lah Allah Maha Besar. Tidak hanya panen padi, tapi yang selalu panen setiap hari adalah kangkung, yaitu sayur kangkung, biasanya aku disuruh bawa ke pasar, ke tempat langgannya mama, jaraknya cukup jauh juga. Tapi dari semu itu, aku bisa merasakan kesahatan, kesenangan dan kepuasan tersendiri, hmmm masa kecil bahagia menurutku.

Kembali ke laptop....., Setidaknya sebelumnya bagi mahasiswa baru, pasti ada kegiatan namanya Ospek maba. Ya ini, kegiatan yang menyebalkan, Ospek. Banyak keluar biaya, sebelum berangkat pagi untuk kegiatan ospek, malemnya harus persiapin syarat-syarat yang sudah ditentukan oleh kaka kelas. Kadang paling menyebalkan syaratnya yang susah dicari. Waktu beberapa hari kegiatan aku jalanin, tapi saat babak terakhir kegiatan ospek, tinggal satu hari. Dengan cuweknya aku pulang saja ketempat kaka, dirumah kaka, alias mudik. Terserah mau dihukum atau tidak. Aku tidak suka kegiatannya di luar kampus ospeknya. Digunung lagi, aduh rawan banget, dingin dan banyak dikerjaain, biasanya sih.

Setelah beranjak di tempat kuliah, aku mulai belajar. Disinilah dikampus baru dan aku resmi menjadi mahasiswa, mahasiswa jurusan Inpus. Inilah awal aku kuliah, jurusan Inpus peminatnya masih sedikit. Saat kali ada yang bertanya, kuliah jurusan apa? Aku jawab, jurusan Informasi dan Perpustakaan (Inpus), yang bertanya pasti wajahnya mengkerut, saat aku menjawabnya. Mungkin didalam pikirannya jurusan perpus? Jadi tukang jaga buku atau kutu buku kali, itu biasanya yang terlontar-lontar orang bertanya jurusan Inpus. Awal mula sih orang bertanya dan jawabnya kurang respon, kadang dalam diriku bertanya, kenapa kalau ada yang bertanya jurusan Inpus, mereka banyak tidak respon alias jurusan Inpus itu apaan sih, bisanya cuma jaga buku. Hampir rada pesimis sih kuliah di Inpus, cita-cita jadi bidan mala jadi pustakawati.

Selama hidup ku, tidak ada dibenakku terbayang akan jadi pustakawati. Barangkali selama aku di SMA, kalau ada masalah; jenuh di kelas dan jenuh dengan kehidupan. Pastinya aku larinya ke perpustakaan kalau tidak ke mushola, tempat yang jauh dari keramaian. Dan sejaka SMA, kesukaan ku mebaca dikarenakan kaka ku dulu seorang tukang koran, makanya makanan sehari-hari ku koran kalau pulang dari Sekolah, karena tidak ada yang dibaca hanya adanya koran dihadapan ku. Apakah barangkali itu, yang menakdirkan aku di Inpus ini. Itulah rahasia Ilahi.

Sempat terlintas dalam pikiranku, aku pengen rasanya keluar dari kampus, tapi gimana lagi, uang biaya sudah masuk, masak harus dilepas sih kuliahnya. Sayang kan uang jerih payah menabung dibuang saja. Kenapa pengen keluar? tidak bentah dengan suasana di kampus, habis setiap ke kampus, aku melihat pemandang dan pergaulan yang jauh dari kehidupan pergaulanku sehari-hari. Apalagi lingkungan kampus, ya ampun,,,,namanya tidak laki-laki maupun perempuan ngerokonya disebarang tempat. Pergaulan bebas banget, maklum dunia komunikasi. Kantinya pun belum tertata rapi, kalau nokrong bisa melihat diseblah kira, kanan, pojok selalu ada. Buat aku yang tidak betah, bau rokok,,,aku tidak kuat bau rokok, seperti alergi aja. Itulah yang buat kepalaku pusing tuju keliling ditambah panas alias deman, bisa-bisa 3 hari baru sembuh. Apalagi di kelas, lebih banyak laki-laki dari pada perempuan, tapi mayoritas laki-laki seluruhnya merokok, makanya sepeti kebiasaan ku, aku pasti kabur pulang ke kosan kalau selesai kuliah, kalau tidak ke perpus atau ketempat sepi melihat pemandangan gunung. Seperti menjauhi dan menyepi dari dunia kehidupan dikampus. Tapi aku bersyukur, saat ngekos, teman-teman kosan ku semuanya jurusan Inpus, tapi semuanya laki-laki, aku yang perempuan. Kosannya cuma tiga kamar, tempat kosannya menghadap keluar. Jadi laki-lakinya dua orang yang satu teman sekelas dan satunya lagi melanjutkan S1 Inpus, semuanya orang jawa.

Aku banyak belajar dari si akang tertua di kosan, karena dia dulunya d3 perpus. Paling enak diajak untuk berbicara, dia selalu memotivasi aku untuk semangat, diam-diam dia ternyata seorang kutu buku, tidak itu juga dia juga seorang penulis. Banyak lah aku belajar darinya. Kami hanya bersama dalam satu tahu atau sampai dua semester saja, selanjutnya aku pindah kosan, pengennya kosannya perempuan semuanya. Maklum dulu pertama dan baru nyari kosan, jadinya dapetnya campuran.

Biasanya aku suka mempratekkan mata pelajaran perpus di kosan, kebetulan dulu aku suka baca novel, cerpen dan buku yang lainnya. Setiap ada buku aku suka buat pengklasifikasian buku, sambil belajar juga sih. Lama kelamaan kalau teman maen suka minjem, maka aku buatkan daftar peminjaman. Biar tahu siapa yang minjam bukunya dan kapan waktunya dikembalikan. Terus bila ada yang telat ngembaliin kena denda sebelumya tidak ada denda sih, cuma mempertegas biar tepat waktu mengembalikan bukunya. Hanya orang-orang yang maen ke kosan ku yang tahu perpusku. Kadangkala kalau teman mintak aku buatin buat perpus, aku ajarin kalau ada waktu. Adapula anak-anak S1 kalau ngadain kegiatan peduli perpustakaan SD, mereka mengajak aku ikut bantu, sebenarnya sungkan sih, karena mereka semuanya anak S1. Jadinya aku banyak kenalan dan dikenal sama anak S1. Kalau ada mata kuliah yang memang tidak ada di d3 dan mereka suka ngumpul kadang akupun disuruh ikut alias nibrung, dari sana aku mendapatkan ilmu baru yang tidak aku ketahui, karena mata kuliahnya tidak ada di d3. Hmmm, lama kelamaan ternyata aku menyukai perpus, Inpus juga. Aku orangnya bila sudah terjun ke suatu tempat, walapun aku tidak mengerti atau tidak disukai, tapi aku akan mencoba mempelajarinya, setidaknya itu akan menjadi pelajaran dan ilmu baru buat ku. Makanya kalau tidak jadi bidan, mungkin ada yang terbaik. Tuhan telah berkehandak lain buat hambanya yang terbaik.

Dikuliah Inpus di semester empat, ada mata pelajaran psikologi. Mata pelajaran ini ternyata aku menyukainya, karena belajar psikologi itu mengasikkan, disinilah keluar analis aku. Belajar psikologi ini, aku bisa mengetahu karakter setiap orang dari melankolis, plematis, sangwinis, kolaris. Bisa memposisikan bila berhadapat orang yang memiliki karakter itu. Adanya pelajaran psikologi ini tujuannya agar mengetahui karakter user perpus. Bagus dalam pelayanan perpustakaan sih. Disitulah pelayan perpus harus ramah, jangan terkesan seperti kebayakan orang kalau kerja di perpus pasti orangnya pakai kaca mata besar, duduk dan dengan wajah jute, image nya terkesan seram. Ya itu pemikiran kuno, pemikiran seperti itu harus dihapus. Sebagai pecinta perpus harus bisa membawa user nya untuk menyenangi perpus juga, karena perpustakaan sendiri mempunyai fungsi salah satunya sebagai pendidikan, setidaknya perpustakaan merupakan bank ilmu pengetahuan. Berarti salah satunya mencerdaskan bangsa juga.

Dulu aku punya mimpi kalau perpustakaan seperti hotel, dari segi pelayanannya, kenyamanan, ketenangan, fasilitasnya dan kerahamannya. Wah,pasti user betah dan berkunjung terus ke perpus. Sampai aku pun punya pemikiran juga, gimana kalau perpustakaan berada disebuah taman, maksudnya suasana, tempatnya atau ruang dalam seperti sebuah taman, ditumbuhin pohon hijau, bunga indah, kolam ikan, taman yang tenang, teduh, nyaman, mencerahkan, bisa memunculkan sebuah inspirasi. Sampai sempat nama perpustakaan ku, ku beri nama taman bunga baca. Bunga baca maksudnya, mengharumkan minta baca. Harum bunganya, harum wanginnya selalu teringat-ingat oleh pencinta, setidaknya pengujung atau user perpus. Ini, termasuk juga salah satu fungsi perpustakaan sebagai rekreasi. Tapi semua itu hanya sebuah mimpi, mimpi yang tidak tahu apakah akan terwujud atau ada yang mewujudkan ide seperti itu? Ah, itu hanya sebuah kenangan saja, mimpi. Setidaknya aku sudah memiliki cinta perpustakaan dan percaya diri kalau menjawab jurusan Inpus, kalau ada yang bertanya, dengan pintarnya aku akan menjelaskan apa itu perpus, biar image menjadi pustakawan tidak seperti dulu. Sekarangkan dunia telah berubah, dunia teknologi lagi.

Setidaknya sesuatu yang menurut kita tidak menyukainnya, apabila kita sabar untuk mempelajari, pasti Anda akan mendapatkan ilmu baru, yang belum tentu orang lain mendapatkan ilmu seperti itu. Mungkin juga anda akan mencintainnya.

Setelah lulus kuliah, aku bukanya jadi pustakawan, malah jadi operator internet, setidaknya ilmu pelayanan juga teramplikasi disini. Walaupun dibenakku pengen menjadi Pustakawan sih, tapi belum waktunya kali ya. Allah punya kehendak lain.

Itu hanya sebuh cita-cita dan harapan didunia, kadang cita-cita pasti bisa berbalik arah dan ada pula yang mencapai cita-cita itu. Setidaknya cita-cita dan harapan ku yang hakiki sampai sekarang adalah mati dalam khusnul khotimah dan masuk SURGA, ya masuk surga harapannya. Amin,,,,

Aduh ceritanya jadi panjang ya, jadiin novel kali ye,,,hmmm belum punya bakat jadi penulis sih.

1 Comments:

  • Memang terkadang kita sering meng-idealkan harapan dan cita-cita. Namun keputusan akhir Allah yg menentukan. Tetaplah berusaha dan berdoa.

    By Anonymous Anonim, at Minggu, Februari 03, 2008 10:29:00 PM  

Posting Komentar

<< Home